Pembangunan berkelanjutan yang telah menjadi permasalahan dalam 3 dekade ini,  telah berkembang sebagai konsep dan gerakan yang menerima banyak dukungan dan juga mendapatkan kritikan. Di bidang perkotaan, konsep ini telah diterapkan oleh masyarakat tradisional. Di sisi lain, konsep taman kota, konsep gedung-kota cerdas, adalah beberapa contoh aplikasi dalam masyarakat modern. Di bidang desain arsitektur telah diterapkan mulai dari penyusunan desain pengembangan, pemilihan material, pemilihan pengembangan teknologi, tahap hunian, dan tahap pasca hunian. Ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan cukup masif di bidang arsitektur dan perkotaan.

 

The 2nd International Conference on Architectural Design and Urbanism  (2nd ICSADU 2018) adalah forum yang menyediakan ruang bagi para akademisi, praktisi, mahasiswa, birokrat untuk menyampaikan pemikiran, ide, pandangan yang terkait dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan di bidang arsitektur dan perkotaan. Pada 2nd ICSADU ini mengambil tema “Empowering Culture and Nature toward a better Quality of Life” sesuai dengan issue yang ada dalam pembangunan berkelanjutan. Forum ini juga menyediakan tempat untuk menerbitkan makalah atau artikel ilmiah ke jurnal yang baik dan bereputasi di tingkat nasional dan internasional. Ini bertujuan menciptakan komunitas dan jaringan di bidang ruang perkotaan dan arsitektur yang berkelanjutan. Mengikuti kesuksesan ICSADU 2017, pada kesempatan ini, tema utamanya adalah “memberdayakan alam dan budaya menuju kualitas hidup yang lebih baik”. Peserta berasal dari 7 negara termasuk Indonesia, Jepang, Korea, Thailand, Malaysia, Jerman & Lithuania. Panitia menerima 125 abstrak, termasuk 5 makalah utama dan 65 makalah terpilih dan akan disajikan dalam forum ini. Semua makalah yang disajikan akan dipublikasikan dalam tiga jurnal: Jurnal Arsitektur dan Urbanisme, Jurnal Tata Loka, dan Prosiding internasional IOP Conference Series bereputasi.

“Saya berharap bahwa seminar ini akan memiliki hasil yang baik, memberikan saran kepada pemerintah dalam menghasilkan kebijakan terkait dengan isu-isu yang dibahas serta memberikan manfaat dan tercapainya tujuan positif  konferensi bagi peserta,” kata Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro Prof Dr. Ir. Ambariyanto MSc dalam sambutannya, di Hotel Aston Semarang, Rabu (29/8).

Konferensi yang diselenggarakan di Semarang pada tanggal 29 Agustus 2018 ini membahas banyak studi, pemikiran, ide dari akademisi, praktisi dari seluruh dunia dengan mempromosikan etika ilmiah yang memurnikan konsep bahwa keberlanjutan dalam arsitektur dan perkotaan yang berfokus pada pemberdayaan budaya dan sifat hidup yang lebih baik: 1. Harmonis dalam sosio-budaya dan kelangsungan hidup dan pemeliharaan warisan budaya-sejarah adalah bagian yang mendesak untuk memperkuat identitas dan menumbuhkan harmoni sosial. Dari hasil diskusi melihat kasus berbagai kota di berbagai Negara, mengingatkan kita bahwa banyak nilai arsitektur dibangun dengan mempertimbangkan kerukunan sosio-budaya adalah modal penting dalam pembangunan manusia di masa depan.

  1. Cerdas dalam konsumsi energi di gedung-gedung serta kota adalah bagian dari keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya, penggunaan sistem hijauan vertikal, adaptasi terhadap iklim, perencanaan, desain dan pemilihan penggunaan bahan daur ulang dan ramah lingkungan, penggunaan transportasi cerdas. Konsumsi energi dalam bangunan sering dikaitkan dengan aspek pembiayaan. Namun, menjaga keharmonisan di lingkungan alam lebih penting daripada manfaat material apa pun, karena ini akan mengurangi pembiayaan lebih besar dalam tahap operasional.
  2. Kemajuan di bidang Teknologi Informasi (TI). Bangunan pintar dan kota pintar akan memfasilitasi berbagai aspek kehidupan manusia; dalam persediaan makanan / minuman; membangun keamanan, akses & mobilitas, kesenangan / hiburan. Namun, perlu menggunakan TI secara harmonis dan tidak menyebabkan disintegrasi sosial dan ramah terhadap lingkungan sekitarnya.

.

Hadir dalam acara ini sebagai pembicara utama adalah Prof. Jun-Ichiro Giorgos Tsutsumi dari University of Ryukyus, Okinawa, Jepang; Dr. Acharawan Chutarat, PhD dari King Mongkut University, Thailand; Prof. Saehoon Kim dari Seoul National University , Prof Almantas Samalavicius dari Vilnus Gediminas Technical University, Lithuania dan. Prof Bambang Setioko dari Universitas Diponegoro.

 

DSC00001b

thumbnail

 

thumbnail1